Pengesahan RKUHP Jadi UU, Pakar Hukum Tata Negara: Terima Saja tapi Jangan Berhenti Kritik
Publik diminta menerima pengesahan Rancangan Kitab Undang undang Hukum Pidana(RKUHP) menjadi Undang undang. Sebab sejak diusulkan sejak tahun 1963 baru tahun 2022 perubahannya disahkan menjadi Undang undang. “Masa sejak diusulkan diubah pada tahun 1963 sampai hari ini sudah abad ke 21, KUHP bikinan Belanda tidak berhasil digantikan oleh Bangsa Indonesia yang merdeka. Itu bikin malu,” kata Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie dalam pernyataannya, Senin (12/12/2022).
Menurut dia, Indonesia patut berbangga bisa membuat undang undang sendiri, menggantikan undang undang karya Belanda. Karena itu, Jimly berharap masyarakat menerima pengesahan RKUHP. Di sisi lain, ia juga tidak melarang masyarakat tetap kritis. Namun, penyampaiannya bisa melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi. “Terima saja dulu sambil kritisisme kita jangan berhenti. Kalau ada pasal pasal tidak adil, ya diajukan saja kepada Mahkamah Konstitusi,” ujar Jimly.
Sementara itu Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dedeng Zawawi mengatakan mekanisme untuk memperbaiki KUHP adalah melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berharap MK sebagai lembaga tinggi objektif untuk memberi jalan tengah bagi pro kontra KUHP. Menurutnya, masih ada waktu selama tiga tahun sebelum diberlakukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan sosialiasasi KUHP. Pemerintah harus menjadikan momentum ini untuk memberikan sosialisasi ke semua kalangan tidak hanya lingkup perguruan tinggi, agar semua masyarakat bisa memahami maksud dan tujuan KUHP yang baru. “Sebagai negara hukum, kita cukup menghargai karya bangsa Indonesia, KUHP sudah disahkan. Kita harus berpikir positif, semua kekurangan yang ada diperbaiki sesuai mekanisme yang sudah ditentukan. Semua lembaga negara yang berwenang juga harus objektif agar memberi kepercayaan kepada masyarakat sebagaimana mestinya,” kata Dedeng.(Willy Widianto)